Mari kita seragamkan dan optimalkan kata-kata dalam terjemahan id_ID
-
Oke saya rasa judulnya cukup jelas…
Terkadang ada istilah-istilah yang agak “rancu” atau “kurang pas” rasanya kalau kita baca ketimbang bahasa yang kita gunakan sehari-hari.Mungkin bisa dishare kata-kata apa saja yang rasanya masih belum “pas” atau “cocok”? 🙂 Dan kita bahas di thread ini.
Mungkin perubahan yang cukup mencolok yang kawan-kawan bisa lihat pada versi 3.1.x ke atas adalah pada kata:
“update” yang pada versi-versi awal diterjemahkan menjadi “pemutakhiran”, “memutakhirkan”
lalu pernah diterjemahkan juga menjadi “pembaharuan”, “membaharui”…sekarang kita terjemahkan menjadi “pembaruan”, “memperbarui”…
agar tidak terasa asing lagi…
-
@dedy: wow…info yg bagus mas. Saya pikir2 dlu ya mas… 😀
soalny blakangan ini saya sbuk…hhee.. klo da wktu luang saya blik kesini lgi…okwah, proyek bagus nih.
saya sering bingung dengan istilah yang janggal,
sampai-sampai kalau ada yang nanya via telp dan ndak liat wp langsung, jadi ndak bisa bantu.saya juga pernah reply:
“pakai aja seperlunya” (tapi ini bukan solusi tepat, sebetulnya)
http://id.forums.wordpress.org/topic/pelokalan-wp-301-bahasa-indonesia?replies=6#post-5117go WP indonesia
Salam kenal semua…
Saya baru masuk forum ini. Salam untuk Mas Dedy Sofyan.Kebetulan saya juga mengerjakan penerjemahan untuk beberapa teman di instansi pemerintah dan swasta.
Hingga saat ini walau teman-teman menamai saya penerjemah/translator, tapi saya masih lebih sreg kalau mereka menyebut saya interpreter. Mengapa? Itu tidak lain karena memang saya tidak menerjemahkan bulat-bulat, melainkan saya mencoba mencarikan padanannya yang tepat dan berguna untuk konteks pekerjaan yang sedang dikerjakan.
Hingga saat ini saya tidak mempergunakan kata “mengunduh”, karena itu berarti saya dua kali jalan. Pertama saya menerjemahkan dulu ke bahasa Jawa, kemudian saya menerjemahkan ke bahasa Indonesia. Sangat tidak efektif pekerjaan seperti itu dalam kondisi pekerjaan yang makin cepat dan cepat ini.
Pemborosan ini menjadi nyata terlihat saat hasil terjemahan kita dipergunakan untuk pelatihan software/hardware. Misalnya, buku pelatihan yang kita buat akan digunakan oleh balai latihan kerja yang melatih tenaga kerja tukang las yang akan menempuh sertifikasi tukang las/welder. Buku pelatihan yang hanya memikirkan pendapat ahli bahasa (yang kata saya sebagian egois) akan membuat lulusan pelatihan tidak bisa bekerja di luar negeri. Apa yang mereka pelajari dalam bahasa yang dilokalkan untuk komponen-komponen pengelasan, ternyata tidak kompatibel dengan dunia internasional.
Di sini kita perlu bertanya, buku terjemahan kita itu gunanya untuk apa? Agar orang bisa mengerti bahasa lokal pengelasan, atau agar orang yang menggunakannya bisa mengelas dengan standar internasional?!Namun ada satu contoh penerjemahan yang menurut saya cukup indah dan tepat guna. Meski tidak mendalami penerjemahan bahasa Arab, tapi saya lebih suka pendekatan religius yang digunakan penerjemah al quran. Yaitu mereka lebih sering memasukkan istilah dari bahasa asli secara bulat-bulat, dan kemudian istilah asli itu yang mereka populerkan. Karena itu kita bisa melihat kata ada kata zakat, haji, dll. Dengan alasan religius istilah itu dibiarkan seperti kata aslinya. Tapi di sana ternyata apa yang mereka lakukan lebih efektif, daripada mengganti/menerjemahkan haji menjadi ‘tamu’, atau zakat menjadi ‘bersih-bersih’.
Dalam kesempatan ini saya berharap agar kita kalangan pengalih bahasa berusaha menjadikan hidup ini lebih mudah dan lebih nikmat, yaitu dengan menghindarkan diri dari pemborosan sumber daya dari menerjemahkan dengan berputar-putar (saya ambil contoh download –>inggris – jawa – pengertian bahasa jawa).
Kemudian saya juga berharap agar kita bisa merdeka untuk membuat bahasa kita sendiri berikut perubahan-perubahannya. Kalau orang Inggris punya irregular verbs in English, mengapa pula kita tidak boleh punya kata-kata khusus dalam bahasa Indonesia.
Sekian urun pendapat dari saya.
Salam kenal untuk semua.
Mohon maaf bila ada yang tidak berkenanD.A. Allison
Salam kenal juga D.A. Allison,
masukannya bagus sekali, terima kasih.
Betul sekali, kebetulan kita di sini masih meneruskan karya terjemahan pendahulu-pendahulu kita, salah satunya Mas Huda Toriq.Kalau untuk istilah unggah, unduh sepertinya sudah mulai banyak yang pakai termasuk di media massa.
Kita agak bingung juga sebenarnya baiknya bagaimana.
Mungkin apakah kita mau buat “fork” terjemahan bahasa Indonesia yang tidak terlalu baku, tidak terlalu kaku, seperti yang pernah diutarakan oleh saudara nono_kaki dan epsi juga. 🙂Tapi rasanya sumberdaya yang perlu kita keluarkan untuk cabang (“fork”) baru itu pastinya tidak sedikit nantinya.
Bukan begitu?Kalau memang ada yang ingin mengelola versi informal ini, akan kita coba bantu mohonkan ke wppolyglots agar disediakan tempatnya di glotpress. 🙂
Salam Mas Dedy Sofyan…
Itikad saya menjadi pengalih bahasa adalah untuk menjadikan komunikasi antar sesama manusia menjadi lebih mudah, lebih efisien, dan lebih efektif. Dan hal itu masih saya yakini sampai saat ini.Dengan latar belakang itulah, maka saya berpendapat bahwa setiap terjemahan harus tepat guna. Maka dari itu setiap terjemahan harus BERBASIS KEPADA PENGGUNA, bukan berbasis kepada selera ahli bahasa.
Dan untuk itu saya memang tidak berniat bersilang pendapat dengan ahli bahasa yang mencoba mencarikan padanan setiap kata. Sehingga saya melihat “fork” yang ditawarkan oleh Mas Dedy Sofyan adalah sebuah sebuah jalan bijak agar kita tidak menghabiskan energi di tataran teori berbahasa, sementara esensi terjemahan terletak pada kegunaan dari materi terjemahan itu.
Namun saya tidak menganjurkan untuk membuat “fork” untuk setiap jenis terjemahan. “Fork” ini sebaiknya kita fokuskan untuk bidang-bidang ilmu terapan, seperti bidang teknik, kedokteran, dan bidang-bidang ilmu lain yang memang mempunyai akar di luar negeri kita sendiri.
Sebagai contoh, saya merasa “fork” terjemahan sangat diperlukan untuk bidang komputer, sehingga sebaiknya kita tetap memakai istilah aslinya saja. CPU, HSF, monitor, printer, mouse, keyboard, dan lain-lain, biarlah tetap dalam bahasa aslinya. Percobaan untuk menerjemahkan istilah-istilah itu hanya akan memberikan hasil yang setengah-setengah. Dan kalau pun berhasil, maka fungsi sebuah buku komputer akan hilang dan berubah menjadi buku sastra, karena buku itu sama sekali tidak berguna di lembaga-lembaga pendidikan komputer. Terutama di era global ini.
Untuk itu, karena memang sudah dibukakan jalannya oleh Mas Dedy Sofyan, saya menganjurkan untuk diadakannya “fork” untuk bidang: informatika, teknik komputer, teknik mesin, teknik elektro/listrik, kedokteran/kesehatan, dan bidang-bidang lain yang memerlukan nantinya.
Mengenai sumberdaya yang besar, tentu setiap pekerjaan memerlukan sumberdaya. Namun tidak tentu saja itu membuat kita surut dalam melakukan progres ke arah yang lebih baik. Setiap niat baik tentu akan didengar pula oleh orang-orang lain yang berniat melakukan perbuatan baik. Saya yakin kita tidak akan kekurangan sumberdaya.
Secara gampang, saya tidak memerlukan sopir saya untuk dapat menerangkan kepada saya dalam bahasa Indonesia (apalagi yang dipaksakan) setiap bagian kendaraan yang sedang disupirinya. Yang saya perlukan adalah supir yang bisa mengemudi dengan aman dan baik. Urusan fungsi setiap bagian mobil, biarlah sopir itu yang berkomunikasi dalam bahasa otomotif dengan orang bengkel, tanpa supir itu perlu mencarikan setiap padanan kata bagian-bagian mobil untuk diterangkan kepada saya.
Demikian, Mas Dedy Sofyan…
Terima kasih
Salam,
D.A. Allison
Mas Dedy Sofyan…
Saya bersedia membantu sebatas apa yang saya bisa bantu. Termasuk mungkin bisa diikutkan dalam pengelolaan “fork” yang Mas Dedy Sofyan katakan terdahulu. Hanya saja, saya tidak punya pengalaman mengelola grup, situs, dan hal-hal seperti itu. Saya hanya terbiasa mengakses email dan situs.
Mungkin ada teman-teman lain yang bersedia, saya akan jadi pendukung setia.
Demikian saja.
Mohon petunjuk…
Terima kasih,
D.A. Allison
wah diskusi yang alot, dan sy cenderung setuju dengan Bang D.A.Allison dengan beberapa kata2 terjemahan yang sesuai dengan bahasa aslinya. Dalam artian kita menyerap bahasa tersebut agar membuatnya lebih efektif dalam komunikasi kita.
Tapi saya rasa kita tidak perlu membuatkan cabang bahasa Indonesia yang ‘tidak baku’, tetapi lebih baik memperbaiki bahasa Indonesia. Saya sangat sepakat dengan bang D.A.Allison bahwa terjemahan harus berbasis kepada pengguna.
Selamat Idul Adha bagi yang merayakan 🙂
Trima kasih 😀@d.A.Allison & nono_kaki:
mari kita adakan polling 🙂
http://www.facebook.com/questions/300856899943255/?qa_ref=qdmaaf baru bisa balas sekarang, kemarin-kemarin lumayan sibuk.
Terus terang kalau saya pribadi ya, awal-awal memang merasakan yang kalian rasakan. Tetapi lama kelamaan setelah ikut kontribusi di projek terjemahan WP Indonesia ini, lama kelamaan istilah-istilah tersebut menjadi biasa. Jadi baku dengan sendirinya. Mengenai soal ahli bahasa atau bukan, terus terang saya juga bukan ahli bahasa, saya juga lebih banyak condong ke pengguna. 😀
Nah mau minta tolong kalau ada yang ahli bahasa di sini, kalau bisa sih ada pedoman bahasa Teknologi Informasi yang baku yang bisa kita jadikan pedoman terjemahan. 🙂
@bang Dedy Sofyan
Thanks bang atas polingnya 😀
Betul2 mewadahi aspirasi tman2 di Lokalisasi 😀Voted 😀
Ngikut sajalah, mau pakai bahasa baku lbh bagus, sekalian belajar kosakata IT dlm Bahasa Indonesia baku 🙂 Tapi mau pakai bahasa campuran juga bisa. Saya menggaris bawahi thread Master Dedy:
Terus terang kalau saya pribadi ya, awal-awal memang merasakan yang kalian rasakan. Tetapi lama kelamaan setelah ikut kontribusi di projek terjemahan WP Indonesia ini, lama kelamaan istilah-istilah tersebut menjadi biasa. Jadi baku dengan sendirinya.
Kita merasa aneh dgn versi bahasa Indonesia WP krn blm terbiasa saja.
- Topik ‘Mari kita seragamkan dan optimalkan kata-kata dalam terjemahan id_ID’ tertutup untuk balasan baru.